Presiden Soekarno pernah menyampaikan, “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia.” ungkapan tersebut menegaskan bahwa anak-anak memegang peranan penting dalam membangun kemajuan sebuah bangsa.
Mengutip dari laman Kementerian Keuangan, anak-anak di masa depan mempunyai peranan untuk bangsa sebagai agen perubahan, agen pembangunan, dan agen pembaharuan. Per tahun 2022, Indonesia memasuki Era Bonus Demografi yang ditandai dengan 69% masyarakat Indonesia berada di usia produktif atau setara dengan 190,83 juta jiwa berada pada rentang usia 15-64 tahun.
Hal tersebut kemudian menjadi fokus pemerintah yang meluncurkan “Visi Indonesia Emas 2045”. Visi ini memiliki memuat empat pilar di dalamnya berupa:
Era Bonus Demografi menurut perkiraan akan mencapai puncaknya pada tahun 2050 sehingga masyarakat yang berada di usia produktif perlu dipersiapkan secara matang agar memiliki daya saing, mandiri, dan berdaulat dalam menjalankan roda pemerintahan.
Namun, tingginya penduduk usia produktif di Indonesia sejalan dengan tingginya angka putus sekolah pada jenjang SMP dan SMA. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2022 jumlah anak yang putus sekolah tingkat SMP sebanyak 6,77% dan SMA sebanyak 22,52%. Masing-masing naik 0,17% dan 1,05% jika dibandingkan dengan 2021.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merangkum penyebab anak-anak putus sekolah menjadi beberapa faktor yaitu:
Berdasarkan data dari UNICEF, Indonesia menduduki peringkat ke-8 di dunia dan ke-2 di ASEAN sebagai negara dengan pernikahan dini terbanyak. Sebanyak 11,2% anak perempuan menikah dibawah usia 18 tahun dan 0,5% menikah pada usia 15 tahun.
Hal ini terkait dengan budaya, adat, faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, hingga pergaulan yang menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.
Pernikahan dini berdampak pada sisi psikologis, kesehatan, hubungan sosial dengan masyarakat, serta pendidikan yang menyebabkan anak harus mengalami putus sekolah. Anak-anak yang mengalami situasi pernikahan dini seringkali kehilangan motivasi dan kesempatan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan ekonomi keluarga. Memaksa banyak anak-anak bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Pada tahun 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 1,82% atau setara dengan 1,05 juta anak usia 10-17 tahun menjadi pekerja di bawah umur.
Selain karena faktor Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ketika pandemi, hal lain yang juga menjadi faktor tingginya pekerja anak adalah pekerjaan orang tua yang tidak pasti, rendahnya penghasilan orang tua, banyaknya tanggungan dalam keluarga, hingga status tempat tinggal.
Jika melihat kedua faktor di atas, dapat disimpulkan ekonomi menjadi faktor utama penyebab anak putus sekolah. Padahal pendidikan menjadi faktor utama atas kemajuan bangsa, perbaikan karakter, dan peningkatan taraf berpikir.
Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, GoAmal sebagai salah satu platform sedekah online dari BSI Maslahat mengajak sahabat sekalian untuk membantu anak-anak Indonesia dalam melanjutkan pendidikan mereka yang terputus karena keterbatasan biaya.
Sahabat sekalian dapat berpartisipasi dalam program Orang Tua Asuh dan dapat memilih langsung siswa yang akan dibiayai selama satu semester. Donasi yang diberikan sahabat sekalian akan disalurkan untuk beasiswa pendidikan, pembinaan keislaman, pembinaan akademik, dan operasional.
Melalui GoAmal, sahabat bisa sedekah online secara mudah dan bisa dilakukan dimana saja. Yuk, bantu anak-anak meraih masa depan mereka dengan pendidikan melalui GoAmal