Seorang laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga umumnya juga berperan untuk mencari nafkah untuk membiayai kebutuhan hidup. Sedangkan seorang perempuan dalam rumah tangga berperan sebagai ibu yang mendidik anak serta menanamkan nilai-nilai ketauhidan.
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا
Artinya: “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (Q.S At-Talaq : 7)
Ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah memerintahkan manusia yang memiliki kelapangan untuk mencari nafkah yang baik untuk keluarganya. Dan jika seorang pencari nafkah dalam kondisi miskin, maka carilah nafkah sesuai dengan kemampuannya.
Tambahan dalam ayat tersebut juga disebutkan bahwa Allah tidak membebani seorang hamba melainkan telah disesuaikan dengan kadar kemampuan hamba tersebut. Ayat ini juga menerangkan bahwa setelah kesulitan yang dialami seorang hamba, Allah akan menjanjikan kemudahan setelahnya.
Allah menjanjikan pahala yang besar bagi para pencari nafkah untuk keluarga. Bahkan pahalanya lebih besar dibandingkan dengan harta yang diinfakkan untuk keperluan di jalan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Artinya: “Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan budak, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (H.R Muslim)
Rasulullah pun menyebutkan, Allah sangat mencintai seseorang yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya. Beliau juga menambahkan bahwa setiap harta yang dikeluarkan untuk menafkahi keluarga dinilai sama dengan sedekah.
Jika melihat sejarah pada masa kehidupan Nabi dan Rasul, mereka pun mencari nafkah untuk keluarganya. Mulai dari menggembala kambing hingga berdagang. Tidak memandang profesi apapun asalkan harta yang dihasilkan halal, para pencari nafkah akan diganjar dengan pahala setara jihad fii sabilillah. Sebagaimana sabda Rasulullah,
Artinya: “… Dan jika ia bekerja untuk mencari nafkah serta mencukupi kedua orang tuanya atau keluarganya yang lemah, maka ia pun dalam sabilillah. Namun jika ia bekerja hanya untuk bermegah-megahan serta hanya untuk memperkaya dirinya, maka ia dalam sabilisysyaithon (dalam jalan setan).”
Mencari nafkah dari harta yang halal merupakan kewajiban bagi seorang muslim. Rezeki yang halal menjadi sebab dikabulkannya doa. Sedangkan segala sesuatu jika diperoleh dengan cara yang haram, akan mendatangkan murka Allah dan menutup pintu terkabulnya doa. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,
قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :طَلَبُ الْحَلَا لِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Mencari rezeki yang halal hukumnya wajib atas setiap orang muslim.” (H.R Thabrani)
Demikianlah ganjaran yang Allah janjikan untuk para kepala keluarga yang mencari nafkah. Tetaplah utamakan harta yang halal karena akan mendatangkan keberkahan dan keridhoan Allah.
Alhamdulillah kita telah memahami bagaimana keutamaan mencari nafkah untuk keluarga. Jangan lupa dari setiap rezeki yang dihasillkan, ada sebagian hak milik mustahik atau mereka yang membutuhkan. Yuk berkahi rezeki dengan berzakat. Zakat sekarang melalui Goamal.org.